Sabtu, 18 Februari 2017

MENGENALI SEJARAH INSTRUMEN SASANDU DAN SASANDO DARI PULAU ROTE NTT

MENGENALI SEJARAH INSTRUMEN
SASANDU DAN SASANDO 
DARI PULAU ROTE NTT

(Sasandu dan sasando)

Pada umumnya masyarakat Indonesia lebih mengenal instrumen Sasando yang berasal dari pulau Rote Nusa Tenggara Timur. Arti kata Sasando berasal dari kata Sasandu yang disingkat dari kata Sari Sandu, Sari yang artinya dipetik dan Sandu yang artinya bergetar. 
Ada dua jenis sasando yang di kenal di Nusa Tenggara Timur antara lain sasando gong dan sasando biola. Dengan kata lain orang Rote menyebut sasando gong dengan nama (sasandu) dan orang Kupang menyebut sasando biola dengan nama (sasando), akibat dari dialegnya orang kupang yang sering diganti huruf u menjadi o.
 

Sasandu 

Sasandu (Sari Sandu) lahir pada abad ke-5 yang di ciptakan oleh Lunggi Lain dan Balok Ama Sina. Dawai yang digunakan dalam sasandu, yaitu  fifik (benang anyaman dari daun lontar) sebagai dawai pada sasandu yang berjumlah 7 dawai, Lunggi Lain dan Balok Ama Sina adalah sahabat pengembala. Aktivitas Setiap hari mereka yaitu mengembala kambing, sapi dan mengiris tuak (minuman tradisional yang berasal dari pohon lontar). Disuatu ketika  ada sebuah haik (tempat penampung tuak yang dianyam dari daun lontar) rusak dan harus diganti, saat dalam proses penganyaman fifik tersebut dicungkil dan ditarik menggunakan tangan, supaya tetap rapi fifik harus ditarik pelan-pelan, secara tidak sengaja mereka mencoba memetik fifik tersebut, dari situlah mulai terjadinya ide penemuan dawai pada sasandu yang mereka sebut sandu (getaran). Mereka mulai menganyam fifik untuk mendapat dawai yang lebih kuat untuk menghasilkan bunyi yang lantang pada sasandu. Mulai timbullah proses penggunaan dawai, dari fifik, akar pohon beringin, usus kus-kus yang dikeringkan,  hingga pada kawat halus.  


pada abad ke-7 sasandu mulai berkembang menjadi 11 dawai, inilah akibat dari perkembang zaman. Dari kehidupan barter, kini di abad ke XVlll sasandu mulai dikenal di kota Kupang dan mulai disebut dengan nama sasando akibat dari dialeg u menjadi o. Di abad ke XlX sasandu mulai berkembang menjadi 24 dawai,. Dari 24 dawai berkembang menjadi 26 dawai, terus berkembang menjadi 28 dawai, hingga dipakai sebagai standar dalam permainan sasando yaitu 32 dawai. 


  
SASANDO

Sasando juga mengalami perubahan bentuk pada resonansinya, akibat dari haik (resonator sasando yang dianyaman dari daun lontar) yang mudah sobek dan sering terkena jamur, di tahun 1920-an ruang resonator pada sasando mengalami perubahan yaitu dengan menggunakan box, yang sering di sebut dengan sasando box, tetapi juga masih banyak yang yang menggunakan haik (daun lontar) sebagai resonator.
Di tahun1960-an untuk pertama kalinya sasando diciptakan menggunakan elektrik, yang ditemukan oleh Almarhum Bapak Arnoldus Edon. Beliau adalah seoarang guru fisika di NTT. Akibat dari resonansi yang hasilkan oleh haik yang tidak terlalu kencang sehingga beliau merancang sebuah desain elektrik baru pada sasando. Melalui penemuannya sampai saat ini semua pembuat sasando menginspirasi dari hasil karyanya. Sebuah piagam penghargaan yang diberikan oleh Gubernur NTT pada tanggal 14 november 2008. Beliaupun mendirikan sebuah sanggar yang bernama Edon Sasando Elektrik hingga saat ini diteruskan oleh anak kandungnya sendiri Bapak Habel Edon.
Di tahun 2010 sasando mulai dikenal di dunia khususnya Indonesia yang dibawakan oleh seorang pemuda asal NTT Berto Pah diajang Indonesia Mencari Bakat yang saat itu menjadi perhatian bagi para juri dan penonton. Disusuli kakak kandungnya Djitron Pah diajang Indonesian Got Talent.



 Nusa Tuak

https://youtu.be/lHs9tEs1Eq4



Identitas penulis.

Nama               : Ganzer Lana

Institut            : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

e-mail              : gabzerlana14@gmail.com

Facebook        : Ganzer_Lana

Handphone    : +6282237974699

Instagram      : Ganzer Lana Sasandois



Tidak ada komentar:

Posting Komentar